Posts

Showing posts from May, 2020

Beauty Standard?

“Kamu cantik, asalkan rambutmu panjang, lurus, dan hitam berkilau..” “Kamu cantik, asalkan lemak di lipatan perutmu itu tidak ada..” “Kamu cantik, asalkan kulitmu cerah..” “Kamu cantik, asalkan badanmu sedikit lebih tinggi lagi..” “Kamu cantik, asalkan ukuran betismu lebih kecil dari itu..” “Kamu cantik, asalkan wajahmu mulus, tidak berjerawat..” “Kamu cantik, asalkan badanmu lebih kurus dari itu..” “Kamu cantik, kalau begini..” “Kamu cantik, kalau begitu..” Apalagi yang sering kamu dengar dari orang lain tentang komentar beauty standard alias standar kecantikan? Dan apa yang ada dalam pikiranmu ketika itu? Tanpa disadari, dampak akibat standar kecantikan yang berlebih di kalangan masyarakat ini bukan main-main. Nggak sedikit juga mereka yang jadi  down  ketika mereka nggak bisa mengontrol dirinya saat menerima komentar-komentar dari sekitar terkait standar kecantikan. Sekalipun mungkin tujuan mereka mungkin hanya becanda. Sering kali terlintas dalam piki

The Difference

Difference.  Yap! Satu hal yang sangat menonjol di kehidupan dan agaknya hal ini juga tidak pernah gagal dalam menarik perhatian kita adalah perbedaan. Karna dalam perjalanan hidup, akan selalui dijumpai beragam perbedaan. Namun perbedaanlah yang hadirnya memberi warna dalam hidup setiap manusia. Itulah yang menjadi alasan kerap kali timbul pertanyaan, “kenapa sih harus ada perbedaan?” Perbedaan ras, perbedaan suku, perbedaan warna kulit, perbedaan bahasa, perbedaan gaya hidup, dan lain-lain. Gak usah jauh-jauh. Di tulisan kali ini aku mau ajak teman-teman untuk membahas perbedaan dalam sebuah keluarga. Kok bisa, sih? Kan dalam satu keluarga. Masa ada yang berbeda? Jangankan sesama manusia yang sudah jelas berbeda keluarga, beda latar belakang pendidikan di masa lalu, mereka yang lahir dalam satu keluarga saja tidak jarang menemukan perbedaan dalam diri masing-masing. Seorang kakak dengan adiknya, seorang anak dengan ibu atau ayahnya, dalam berbagai titik komunikasi, mereka

Cerita Perjalanan Snorkling

Image
Saat itu aku dan tujuh temanku ngerasa udah k aya k hampir meledak banget kepala karna tuntutan rutinitas masing -masing y an g bikin hari -hari kami penuh . H ampir gak bisa istirahat d enga n tenang setiap malamnya. S ampai suatu hari kami ngecek kalender dan ternyata ada tanggal merah di hari S abtu. J a d i s ebetul nya liburnya cuma dua hari. T a p i karna ud a h saking stressnya kepala, kami ber delapan kepikiran buat izin dari hari J umatnya d enga n masing -masing alasan y an g berbeda. Hahahaha! Senekat itu kami guys?! Degdegan kami waktu ngadep buat izin , finally terbayar d enga n izin y an g kami dapetin saat itu . Huhhh... Akhirnya bisa liburan juga. Walaupun sebentar , at least penat kami bisa hilang d enga n pemandangan laut y an g selalu berhasil mencuri perhatian kami buat buat cuci mata. “Mumpung masih single, kapan lagi nyobain berendam di air laut?”, kata salah satu temanku. Berbagai persiapan kami lakukan sejak H-3 sebelum perjalanan

Bolehkah Aku Cemburu?

Aku sering cemburu. terlebih saat aku melihat keberhasilan yg diraih orang lain. Aku cemburu. Aku iri. ingin jadi seperti dia yang berhasil dalam bidangnya. Sedangkan aku, aku yang selalu saja melihat diriku bukan siapa-siapa. Atau mungkin aku bukan seseorang yang bisa mendapatkan keberhasilan seperti apa yang mereka dapatkan. Aku seolah terkurung dalam ruang sempit yang begitu gelap. Tidak ada sedikit pun cahaya yang masuk ke dalamnya. Aku duduk di salah satu sisi ruangan dan memikirkan, "Bagaimana mungkin aku bisa meraih keberhasilan itu." Tanpa sadar apa yang ada dalam kepalaku selama itu kemudian menjelma menjadi sebuah sugesti. Dan yang terjadi nyata adalah aku benar-benar tidak bisa meraih apapun dalam hidupku. Hingga tiba suatu hari dimana aku mulai menyadari bahwa hidup adalah soal menjernihkan pola pikir dan mengubah mindsetku menjadi lebih baik. Mau sampai kapan aku terkurung dalam ruang gelap itu? Mau sampai kapan isi kepalaku sendiri membawa pengaruh buruk

Cita-Cita dan Masa Depan

Sebelum menulis ini, aku sering nanya ke kalangan remaja SMA, soal cita-cita dan masa depan mereka. “Abis lulus SMA, mau ngapain?” Spontan mereka jawab, “Kuliah, kak.” Oke. Ketika ditanya lagi, “Kuliah jurusan apa?” Nggak sedikit dari mereka yang jawab nggak tau. “Terus abis kuliah, mau ngapain?” Mostly, mereka jawab, “Kerja.” Tapi nggak sedikit juga dari mereka yang jawab abis kuliah S1 selesai, mereka akan lanjut S2. Hmmmmm..... bhaiqlah~ Aku juga sempat nanya ke mereka soal tujuan mereka kuliah, seperti kenapa sih kuliah, untuk apa mereka kuliah, biar apa repot-repot kuliah, apa yang mereka harapan dari kuliah, dan lain-lain. Lagi-lagi, most of them menjawab bahwa tujuan mereka kuliah adalah biar mereka punya title di belakang nama, jadi nantinya CV mereka bisa lebih keren dibanding teman-teman mereka yang nggak kuliah. Tujuan yang lain adalah mereka merasa pingin bisa ‘lebih dianggap’ oleh masyarakat sekitar mereka. Karna seperti yang mereka lihat bahwasanya orang yang

Kerjaan = Jurusan (?)

Apakah kerjaan harus sejalan dengan jurusan? Kali ini aku memulai pembahasan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang sering terdengar di telingaku, dan dari semua pertanyaan yang aku kumpulkan itu, intinya adalah 3 pertanyaan berikut; Apakah kerjaan yang kita miliki harus sesuai dengan jurusan yang kita tekuni saat kita kuliah dulu? Apakah bekerja hanya bisa kita lakukan setelah kita lulus kuliah aja? Apakah seseorang itu harus punya pekerjaan yang jelas, lantas dia bisa disebut kalau dia punya pekerjaan? Ditambah lagi rasa kepo dari orang-orang sekitar yang mengaitkan antara kuliah dan kerjaan. “Nanti kalau udah lulus, mau kerja apa?” “Kenapa kuliah PAI, emang mau ngajar mulu seumur hidup?” “Kalau kerjaannya nggak sesuai sama jurusan kita, berarti kita salah jurusan?” Kita mulai pembahasan dari pertanyaan pertama, apakah pekerjaan kita nanti itu harus sejalan dengan apa yang kita tekuni selama masa perkuliahan berlangsung? Nah, ini yang sering banget terjadi di kalan

Because Sharing is Caring

Tulisan ini aku pindahin dari note handphone ku. Sudah hampir ratusan bahkan ribuan kali aku mendengar kalimat "Ramadan tahun ini datang dengan suasana berbeda dari Ramadan tahun-tahun sebelumnya." Kalau dibilang bosen sih bosen. Secara berulang kali denger kalimat yang sama di telinga. Hehe Aku pribadi memaknai Ramadan tahun ini adalah dengan mencoba memandang dari sisi positifnya. Kalau di Ramadan sebelumnya kan kita terkesan cuek ya. Ibadahnya kurang, karna masih harus banyak berinteraksi dengan berbagai macam urusan di luar sana, dan Ramadan tahun ini Allah pengen kita semua bisa fokus memperbanyak ibadah dengan mengikuti imbauan pemerintah untuk stay at home. Bukan Ramadan yang berbeda, tapi Ramadan yang istimewa! Kalau di Ramadan sebelumnya kita sibuk dengan ajakan bukber sana sini, dan malah kerepotan sendiri dengan shalat magribnya karna dimana-mana pasti rame banget dan mushalah di tempat-tempat umum selalu penuh saat jam buka puasa.

Punya Goals Segudang? Sah-sah aja!

Bicara soal goals , otomatis bicara tentang hari ini dan masa depan. S etiap orang boleh-boleh aja punya banyak goals d ala m hidupnya. Setiap orang boleh memilih apapun yang akan mereka jadikan sebagai goals . Setiap orang juga punya kebebasan dalam menentukan bagaimana cara dia mencapai goals nya tersebut. Is it right? D an malah perkara goals ini bukan hanya boleh, tapi justru menjadi sebuah keharusan buat setiap orang. Setiap orang harus punya goals. W hy? B ecause with those goals we have a purpose in life . Kalau gak ada goals , kita jadi gak tau arah hidup kita ini mau kayak gimana dan gak tau bakal ngejalanin apa selama hidup, karna kita gak punya sesuatu yg mau kita capai. It means , “hidup segan, mati tak mau”. Haha T erutama aku sebagai pribadi yang termasuk gampang banget iri sama keberhasilan orang lain yang aku lihat. Entah itu di sosial media, di majalah, di koran, di website, di televisi, dimana-mana pokoknya. W alaupun, ya setiap orang