Perpustakaan Mini di Sudut Kota Bekasi
Konsep anti mainstream ini lahir sejak seringnya saya mengunjungi berbagai perpustakaan di Indonesia yang pada umumnya menggunakan sebuah ruangan tertutup dengan rak-rak dipenuhi koleksi buku yang menutupi hampir setiap dindingnya. Hal ini melahirkan berbagai pertanyaan di kepala saya; haruskah bentuk perpustakaan selalu seperti ini? haruskah perpustakaan dikenal sebagai tempat paling membosankan di dunia ini? apakah perpustakaan tidak bisa dibuat sedemikian rupa agar terlihat lebih menarik untuk dikunjungi dan terasa lebih nyaman untuk berlama-lama ada di dalamnya? Rupanya dari berbagai pertanyaan di kepala saya itulah kemudian muncul ide-ide untuk segera diwujudkan.
Untuk mewujudkan ide saya menjadi nyata, persiapan demi persiapan segara saya lakukan. Saya mulai berkunjung ke sebuah tempat pembuatan barang-barang berbahan dasar kayu ditemani Ibu saya. Di sana, saya menceritakan bagaimana konsep dasar terkait lemari buku ini. Alhasil, ide saya dianggap hanya main-main. Bapak pengrajin lemari bilang; "Ah, ini sih mainan. Yaa kami juga ngerjainnya main-main deh kalau gitu. Gak serius."
Mendengar itu, saya marah dan kecewa atas respon yang diberikan oleh beliau. Namun, tidak patah semangat saya terus mencari pengrajin lemari di tempat lain. Toh, ada banyak di dunia ini. Hingga satu hari saya menemukan tempat itu dan bersedia membantu saya mewujudkan ide ini. Tiga hari kemudian jadilah lemari buku sesuai dengan yang saya inginkan. Kemudian saya dibantu oleh Ayah saya sendiri yang selanjutnya mengecat dan mendekorasi setiap sisi lemari tersebut.
Tidak hanya itu, buku-buku cerita pun mulai saya kumpulkan. Sebagian besar saya beli di Jakarta Convention Center, tepatnya saat event Indonesia International Book Fair (IBF) pada Desember 2021. Sebagian yang lainnya ada yang dibeli di berbagai toko buku dan ada pula yang disumbangkan dari beberapa orang yang ingin turut berkontribusi pada gerakan literasi ini, satu diantaranya adik saya yang saat ini tengah menimba ilmu di Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir. Ia turut mendonasikan buku-buku bacaan pribadinya yang masih tersimpan rapi di rumah kami dan mempersilakan agar dipindahkan ke lemari buku perpustakaan. Diantaranya yang lain adalah teman-teman dari ibu saya — para guru ngaji dan wali santri di pesantren kami — yang turut berdonasi dalam bentuk uang dan buku-buku bacaan.
Kini, satu dari sekian ide itu akhirnya terwujud. Sebuah lemari berbahan dasar kayu berbentuk rumah dengan cat warna-warni dan tulisan-tulisan menarik di setiap sisinya kini terpampang kokoh di ruang terbuka. Lemari buku pertama ini saya isi berbagai bahan literasi untuk anak-anak usia Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).
Isinya cukup berhasil menarik perhatian anak-anak untuk terus mampir dan singgah di sana saat mengisi waktu luang maupun sambil menunggu Orangtuanya datang menjemput. Mulai dari buku-buku cerita, kisah-kisah terdahulu, komik, hingga berbagai mainan edukasi seperti puzzle telah saya siapkan. Siapapun bebas memilih apapun yang disukai dari apa yang telah tersedia di sana.
Syaratnya; semua barang yang dipinjam tidak boleh dibawa pulang alias cukup digunakan saat di lokasi saja. Aturan ini diterapkan demi menjaga koleksi perpustakaan. Namun, siapapun boleh menyumbang sesuatu — seperti buku, mainan, atau apapun — dengan cukup meletakkannya di dalam lemari.
Besar harapan saya agar nantinya muncul lemari-lemari buku yang lain yang diletakkan di berbagai sudut Kota Bekasi. Tidak hanya untuk usia anak-anak, tapi juga untuk remaja dan dewasa. Semoga dengan ini, kita semua bisa menularkan manisnya literasi untuk generasi masa depan. Aamiin Allahumma Aamiin..
Bagi teman-teman yang ingin terlibat dalam gerakan literasi ini, boleh ikut serta menyalurkan donasinya yaa..
Go beyond taaaaaa 💕
ReplyDelete